Ghost Writer


brain1

Setiap orang menginginkan popularitas untuk dikenal oleh publik. Apalagi kondisi belakangan ini, khususnya untuk calon legislatif tentu menginginkan namanya akrab di kalangan masyarakat luas. Tak sedikit dari mereka berusaha untuk tampil di publik dengan bermacam-macam cara supaya namanya familiar di hati rakyat. Media merupakan sarana yang strategis untuk mendongkrak nama seseorang, bahkan melalui media hanya dibutuhkan 5 detik untuk mensosialisasikan nama seseorang akan bisa menyebar luas ke semua penjuru dunia tanpa batas.
Satu simbol munculnya modernisasi yang saat ini memagang peranan sangat signifikan dalam kehidupan sosial adalah informasi. Perkembangan informasi tak hanya terjadi secara gradual melainkan juga telah terjadi sangat cepat. Kebebasan informasi yang terjadi di berbagai belahan dunia telah menjadikan dunia sebagai global village.
Berakibat terhadap akses masyarakat atas informasi tak terbatas.Tidak menutup kemungkinan mereka (calon legislatif) melalui media menggunakan segala tipu daya untuk melegitimasi ke-intelektualannya seiring semakin canggihnya teknologi informasi. Salah satu cara dari mereka adalah dengan menulis di media massa khususnya media cetak baik dalam bentuk artikel maupun essay untuk melejitkan namanya dengan memanipulasi tulisan hasil karya penulis lain. Tujuannya tidak lain hanya untuk melegitimasi dan menekankan bahwa mereka punya kapasitas keilmuan yang tak diragukan lagi oleh publik. Penulis yang menjual hasil karyanya dipublikasikan atas nama orang lain disebut ghost writer.

Tak jarang orang yang mempunyai kepentingan selalu menampilkan dirinya di koran, majalah dan jurnal ilmiah dengan tulisan-tulisan palsunya. Dengan meminjam hasil karya dari penulis lain, mereka dengan percaya diri menjustifikasi sebagai hasil karyanya. Upaya ini nampaknya sangat strategis bagi orang yang mempunyai kepentingan misalnya calon legislatif maupun orang yang berkepentingan untuk membayar penulis lain untuk mendogkrak namanya melalui media cetak agar dikenal oleh masyarakat luas secara instan. Apalagi menjelang pemilu legislatif 9 April mendatang, nampaknya semua calon legislatif sibuk membuat citra menarik melalui sarana media, tidak hanya dari media tradisional seperti poster, spanduk bahkan juga merambah iklan di televisi. Calon legislatif berlomba-lomba untuk mensosialisasikan dirinya agar dikenal dekat dengan rakyat. Bahkan ruang-ruang di sekitar kita sudah dipenuhi dengan spanduk-spanduk sosok calon legislatif kita.

Bersosialisasi melalui sarana spanduk maupun iklan televisi merupakan sebuah hal yang normatif karena setiap orang yang berkepentingan pun bisa melakukannya. Tetapi mensosialisasikan dengan memberikan kontribusi karya ilmiah di media cetak merupakan sebuah keahlian dan ke-intelektual-an yang tidak semua orang bisa melakukannya. Melalui tulisan ilmiah di media cetak tentunya masyarakat akan semakin percaya bahwa mereka mempunyai kapasitas keilmuan yang tak bisa diragukan lagi.

Tindakan seseorang dalam memanipulasi karya ilmiah di media cetak tidak hanya melegitimasi bahwa Ia seorang intelektual tetapi ia juga mencoba merasuki ruang psikologi jiwa rakyat untuk mempercayai bahkan menganggap terhadap dirinya pribadi yang pantas diapresiasinya.

Sampai saat ini, media masih menjadi sarana sosialisasi strategis, tak heran, barang siapa yang menguasai media maka Ia telah menggenggam dunia dengan tangannya. Media mempunyai cakupan yang sangat luas bahkan tanpa batas. Dunia yang begitu luasnya, melalui media terasa begitu dekatnya seiring perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih. Hal-hal yang dahulu yang sulit bahkan tidak mungkin terjadi, melalui informasi media menjadi sebuah kemungkinan.

Cara Mengidentifikasinya

Menjelang pemilu legislatif pada 9 april 2009, rakyat harus waspada terhadap para calon legislatif khususnya bagi mereka yang menyewa/membayar ghost writer melegitimasi namanya melalui karya ilmiah di media cetak. Tidak menutup kemungkinan cara-cara seperti itu dilakukan oleh calon legislatif, mengingat mereka saat-saat ini sangat berkepentingan dan biaya yang telah dihabiskan untuk bersosialisasi tidak sedit bahkan bisa mencapa ratusan juta rupiah. Meskipun ada beberapa caleg datang dari dunia pendidikan (Universits) serta mempunyai kapasitas keilmuan yang tidak diragukan lagi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasinya antara lain, pertama; dilihat dari latar belakang pendikan dan spesialisasinya. Kedua; dilihat dari sepak terjangnya sehari-hari, ketiga; dilihat keaktifan menulis di media massa sebelumnya.

Dari ciri-ciri di atas menunjukkan kepada rakyat untuk mewasdai terhadap seseorang yang berkepentingan yang suka memanipulasi karya ilmiah penulis lain (ghost writer) untuk mendongkrak namanya agar populis di publik. Hal ini sangat penting mengingat masa-masa ini negeri kita dihadapkan dengan pesta demokratisasi dan tentunya banyak orang yang berkepentingan untuk mengambil keuntungan dari pemilu. Khususnya kepada para calon legislatif, rakyat harus selektif dalam menentukan wakil-wakilnya untuk duduk memperjuangkan selama 5 tahun kedepan. Jangan sampai orang yang mewakili rakyat adalah tukang memanipulasi karya ilmiah, koruptor dan tidak mempunyai kapasitas keilmuan yang memadai sebagai wakil rakyat. Pemilu legislati yang hanya menghitung hari setidaknya dimanfaatkan untuk mengidentifikasi calon legislati yang akan dipilih sesuai kapasitas di bidangnya. Rakyat dalam pemilu 2009 ini harus tegas dan cerdas dalam menentukan pilihannya. Pemilu tahun ini harus lebih baik dari sebelumnya, karena masa depan 5 tahun mendatang akan ditentukan oleh pilihan rakyat pada pemilu tahun ini.

ROSIT

Apakah Anda Berwacana?


Sering kita mendengar istilah wacana (discourse). Semakin seringnya disebut, kadang semakin kurang jelas makna sebenarnya. ”Apakah anda sedang berwacana? Wacana kenaikan BBM selalu disinggung oleh pemerintah”. Tentu kita sering mendengar mengenai kata ”wacana” sesuai kalimat di atas. Nah, apakah wacana itu?

Ada banyak perbedaan dalam mendefinisikan kata ”wacana”, di samping setiap disiplin ilmu mempunyai definisi masing-masing, Kamus, tokoh yang dianggap otoritatifpun dalam mendefinisikan istilah wacana juga saling berbeda-beda. Wacana dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Sedangkan dalam lapangan pilitik wacana lebih cenderung terhadap politik bahasa. Sedangkan wacana  menurut Collins Concise English Dictionary, 1988 adalah 1. komunikasi verbal, ucapan percakapan, 2. sebuah perlakuan formal dari subyek dalam ucapan atau tulisan 3. sebuah teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat.Begitu beragamnya makna dari wacana sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.

 

Meskipun terjadi variasi makna, wacana selalu berhubungan erat dengan bahasa. Dalam analisis wacana bahasa adalah alat yang urgent dalam wacana. Bagaimana subyek bisa menampilkan wacana baik dalam bentuk teks, gambar, musik. Paling tidak ada tiga pandanagan mengenai bahasa dalam analisis wacana.

 

Tiga kelompok dalam mensikapi wacana

Pandangan pertama direpresentasikan oleh kelompok positivisme-empiris. Kelompok ini dalam memandang teks apa adanya (taken for granted). Tidak ada rasa curiga dalam memaknai teks. Kelompok ini selalu positive thinking terhadap tampilan-tampilan teks yang dibuat oleh subyek/wartawan. Misalnya, ”Telah terjadi kerusuhan antara FPI (front pembela islam) dengan polisi di Monas sehingga menyebabkan banyak korban dari kejadian itu. Dalam berita tersebut, kelompok positivisme-empiris dalam memaknainya sesuai dengan kandungan isi. Tidak ada sesuatu yang dipertanyakan dan diklarifikasi lagi

 

Pandangan kedua direpresentasikan oleh konstruktivisme. Kelompok ini sedikit lebih kritis dari kelompok pertama tadi.dalam menganalisa berita kelompok ini menitik beratkan terhadap subyek. Bagaimana subyek bisa mengontrol dalam menyajikan sebuah berita sesuai apa yang diinginkannya. Di sini posisi subyek begitu berpengaruh dalam menentukan tampilan berita/wacana sesuai tujuan yang diharapkannya. Misalnya,” Demonstrasi Mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR membuat kemacetan lalu lintas di sepanjang ruas jalan sehingga mengganggu aktivitas pengguna jalan”. Dalam berita tersebut, kelompok ini menganggap subyek melebih-lebihkan kandungan berita, Dengan cara subyek menggunakan bahasa disfiumisme (bahasa kasar) untuk menampilkan berita tersebut. 

 

Pandangan ketiga disebut pandangan kritis. Kelompok ketiga ini, begitu kritis dalam mensikapi setiap wacana dan berita yang ditampilkan oleh subyek/wartawan. Kelompok ini berpandangan bahasa tidak hanya  sekedar ditinjau dari gramatikal dan fungsinya saja tetapi bagaimana setiap bahasa yang ditampilkan subyek berhubungan erat dengan kekuasaan. Bahasa dibentuk sedemikian rupa untuk mempengaruhi khalayak sesuai apa yang diinginkan subyek dan kekuasaan yang menungganginya. Misalnya ”Pemerintah Daerah Jakarta menertibkan perumahan di daerah kumuh karena mengganggu panorama kota jakarta”. Berita tersebut menurut kelompok ketiga ini, tidak hanya subyek yang mengkonstruk atau menampilkannya tetapi juga kekuasaan setempat ikut andil dalam menampilkanya wacana itu. Dalam berita itu menggunakan kata-kata yang santun sehingga makna sebenarnya tidak ditampilkan.

 

Karakter Wacana

Analisis wacana terjadi tidak dalam ruang yang tertutup tetapi melakukan interaksi satu sama lain. Dalam proses interaksi ada keterkaitan teks dengan kontek yang ada. Teks di sini bisa dalam bentuk tek berita, suara atau gambar yang ditampilkan.Sedangkan kontek sesuatu yang berada di luar tek tetapi ikut mewarnainya. Dari teks dan kontek tersebut menghasilkan sebuah wacana dalam memberikan proses pemaknaan.

 

Dalam wacana (baik melalui percakapan, tindakan, suara) kontek menentukan arah dari maksud sesama pembicara. Misalnya percakapan antara buruh dengan seorang direktur, tentu akan didominasi oleh  salah satu pihak. Dalam kontek ini buruh dalam berkomunikasi juga tidak merasa bebas dalam mengekspresikannya. Kalau sudah begitu, ada kesadaran palsu dari proses komunikasi yang dilakukan antara buruh dengan bosnya itu. menurut Van Dijk kelompok dominan lebih mempunyai akses dari pada kelompok yang tidak dominan. Sehingga kelompok ini bisa mengontrol setiap wacana yang dilontarkan baik itu bernilai positif atau negatif.

 

Dari ketiga kelompok dalam memandang setiap wacana yang ditampilkan. Memberikan sumbangsih  kepada khalayak khususnya dalam mensikapi setiap berita atau wacana. Dan ternyata wawasan kita diperluas lagi dalam berpedoman dan menentukan sikap baik terhadap kekuasaan maupun upaya-upaya manipulasi dalam sebuah berita.

 

Rosit

 

Dari Modern Sampai Ke Postmodern


Sejak lahirnya renasains di tandai pemikiran rasioanal yang meletakkan akal adalah segala-galanya untuk meraih kebahagiaan. Lahirnya Renasains di sambut dengan beberapa tokoh yang menyokongnya seperti Rene Descartes, Jonh Lock, Marceveli dan lain-lain.
Optimis pencerahan meniggikan kebebasan manusia, mereka mencurigai setiap usaha membatasi kebebasan manusia dengan otoritas dan menggantikan segala otoritas dengan rasio. Nah, seiring timbulnya Renasains mereka menjadiakan era modern ygn memperbarui tatanan baru dan konsep yang baru pula. Sehingga menciptakan berbagai perubahan meliputi ekonomi, politik, kebudayaan dan lain-lain.
Menurut Antonio Gidden modernitas di lihat dari empat institusi mendasar, pertama kapitalisme yang di tandai oleh produksi komoditi, pemilikan pribadi atas modal, tenaga kerja tanpa property dan sistem kelas. Kedua Industrialisme, tak terbatas pada tempat kerja tetapi juga mempengaruhi sederetan lingkungan lain seperti transportasi, komunikasi dan lain-lain.ketiga, kemempuan mengawasi mengacu pada pengawasan atas aktivitas warga negara individual. Keempat, Kekuatan meliteratau pengendalian atas alat-alat kekerasan.
Dengan era medernitas menjadikan menusia optimis kehidupannya akan mejadi lebih baik dari era sebelumnya, dengan adanya Industrialisasi, Penemuan teknologi baru, segala hal yang serba sistematis dll manusia menemukan sesuai apa yang di harapkan. Walaupun hal-hal tersebut menjadi acuan level atau standar kehidupan lebih baik, tetapi ada sesuatu pergeseran nilai seiring dengan kemajuan industrialisasi, teknologi baru dan terciptanya berbagai di siplin keilmuan yaitu timbulnya masalah sosial baru, seperti meningginya tingkat kriminalitas, menimbulkan kelas-kelas sosial dll
Maka, lahirlah postmodern sebagai bentuk kritik terhadap era modern, menurut analisis Toynbee era Postmodern di tandai dengan berakhirnya dominasi barat dan semakin merosotnya individualisme, kapitalisme, dan kekristenan. Ia mengatakan bahwa transisi ini terjadi ketika peradapan barat bergeser kearah irrasionalitas dan relativisme, ketika hal ini terjadi, kekuasaan berpindah dari kebudayaan barat ke nonbudaya barat dan muncullah kebudayaan pluralis yang baru. kesadaran pesmodern telah melenyapkan opti,isme “kemajuan” dari pencerahan.pos modern menumbuhkan sikap pesimisme , mereka tidak percaya dunia ini akan lebih baik. Dari lubang ozon sampai kepada kekerasan antar remaja, mereka menyaksikan permasalahan semakin besar serta tidak akan mempercayai kondsi akan lebih baik. Selain sikap pesimis, pos modern mempunyai konsep kebenaran yang berbeda dari era modern. Jika era modern kebenaran mutlak, tunggal tetapi dalam era posmodern kebenaran bisa di interpretasi siapapun, sehingga menjadikan kebenaran yang samara-samar dan tidak ada yang lebih otortitatif dibanding dengan yang lainnya.

Penolakan Terhadap Pencerahan
Era modern muncul sebagai sebuah revolusi pemikiran yang menolak pemikiran sebelumnya. Revolusi pemikiran yang meruntuhkan pencerahan mulai muncul pada abad ke-19 melalui perkembangan ilmu filsafat di eropa. Konsep medernisme masih tampak kokoh pada awal munculnya tantangan pemikiran baru terhadapnya. Pada abad 20 modern mencapai puncak perkembangannya serta berpengaruh besar terhadap kebudayaan dunia. Tetapi ,tidak lama kemusian modernisme mulai runtuh karena hadirnya sebuah pemikiran baru yang menghantamnya.
Segala konsep dari era modern di kritisi oleh posmo, misalnya modern dengan produk dari pencerahan serta munculnya di siplin keilmuan yang absolut semuanya di tolak oleh postmodern karena hal itu hanya konstruksi barat untut mendominasi negara-negara di dunia.

Wajah Lain Budaya Kita


Masih ingatkah anda dengan film BCG alias buruan cium gue? Saya yakin anda masih ingat dengan film dhgdh1kontroversi tersebut, karena film yang disutradarai oleh Ram Punjabi pada saat itu menjadi perbincangan dari ustazd sampai pejabat, disebabkan dianggap melawan mainstream yang telah ada. Awalnya film buruan cium gue mendapat kritikan dari Dai kondang Aa gym serta diikuti oleh para ulama lainnya, film seperti itu tidak layak ditonton oleh orang Indonesia dan tidak sesuai budaya ketimuran kita.
Tetapi kita tidak pernah bertanya, apakah budaya kita semua baik? Di mana letak kebaikan budaya kita? Tentunya kita sepakat bahwa orang Indonesia mempunyai budaya yang ramah tamah, terpuji sehingga kita wajib mempertahankannya sebagai warisan leluhur.
Tanpa kita menanyakan lagi, apakah masih relevan sampai saat ini. Sedangkan di manapun masyarakat berada, perubahan akan selalu ada dan tidak mustahil ada kebiasaan atau kebudayaan yang diadopsi dari negara lain baik itu positif maupun negatif. Selama ini, kita selalu mengagung-agungkan budaya sendiri yang mencerminkan budaya ketimuran yang perlu dipertahankan oleh setiap warga negara Indonesia. Bahwa budaya kita adalah yang paling baik dari yang lain.Yang jadi pertanyaan, dari mana datangnya budaya korupsi di negara kita yang menyebabkan kesengsarakan seluruh rakyat Indonesia?
Sadar atau tidak, korupsi adalah wajah lain budaya di negeri ini sampai saat ini yang masih exist bahkan dilestarikan dari generasi dahulu sampai sekarang.
Sedangkan kita sadar bahwa budaya tersebut lebih hina dari sekedar film buruan cium gue. Ternyata korupsi di negeri kita sudah membudaya yang bagaimanapun kita akan sulit untuk meninggalkannya. Bahkan korupsi di negeri ini sudah menempati peringkat ke-5 dari seluruh dunia. Kalau kita mau bercermin terhadap wajah budaya di negeri ini, kita pasti tidak akan merasa mempunyai budaya yang seolah-olah lebih unggul dibandingkan budaya lain. Selama ini tanpa kita sadari, kita selalu mencari kambing hitam untuk dijadikan biang kesalahan dari tingkah laku kita sendiri.
Pada hal itu juga belum tentu pengaruh dari budaya lain. Misalnya kita selalu menyalahkan budaya barat yang bebas, sehingga kita patut mencurigai segala bentuk budaya yang ada kaitannya dengan barat, bahkan ada golongan tertentu yang anti-barat.
Tentu tak semua yang datang dari barat itu jelek, kita selama ini memandang barat hanya berat sebelah, misalnya memandang hanya dalam wilayah-wilayah memang dipertentangkan dari budaya timur tanpa mengoreksi budaya-budaya lainnya, seperti budaya menepati janji dengan tepat waktu, semangat dalam bekerja, mandiri dan lain sebagainya yang seharusnya budaya tersebut yang kita jadikan teladan yang baik, tetapi kita selama ini malah meniru budaya barat secara lahiriah saja. Tanpa memandang aspek-aspek positif yang tentu saja menguntugkan bangsa ini.

ROSIT

 

Adakah perubahan?


Selama ini kita berpedoman bahwa revolusi adalah sebuah perubahan masyarakat yang akan mengganti dari tatanaan yang lama diganti dengan tatanan baru. Tidak hanya perubahan struktur yang ada tetapi juga perubahan sampai di segala bidang. Masyarakat menyambut revolusi dengan penuh harapan akan ada perubahan yang lebih baik. Revolusi bisa diwarnai dengan kerusuhan atau konflik sosial yang mendekonstruksi tatanan sebelumnya, kemudian msyarakat me-rekonstrusi tatanan baru.

Menurut Velfredo Paretto, masyarakat sebenarnya tidak berevolusi dan tidak maju, hanya individu-individu yang mengadakan relasi-relasi lahiriah dan mereka tidak berubah, masyarakat hanya melakukan pergeseran-pergeseran saja. Jika memang ada, kadang-kadang terjadi penyusunan kembali atau Resuffle dalam masyarakat, seolah-olah mengadakan sebuah perubahan pada masyarakat itu sendiri. Kata revolusi adalah instrument elit politik untuk menaiki posisi kekuasaan, tak jarang masyarakat dan mahasiswa hanya dijadikan alat bagi tim sukses elit saja

Menurut hemat saya kondisi ini tidak jauh beda terjadi di negara kita, sejak para pahlawan berhasil mengusir penjajahan di negeri tercinta, sehinga Indonesia mendapatkan kemerdekaan yang selama ini diimpikan oleh seluruh rakyat yang sudah selama 3 setengah abad dijajah oleh negeri asing. Kemudian terbentuklah struktur pemerintahan untuk mengisi kemerdekaan dengan harapan menjadikan bangsa dan negara lebih baik kondisinya. Setelah berjalan pemerintahan (Orde lama) ternyata kondisi masyarakat tidak jauh berubah dari semula, bahkan masyarakat hanya dijadikan legitimaasi kekuasaan. Melihat kondisi seperti ini, rakyat, mahasiswa, pers dan elemen-elemen masyarakat lainnya bergerak untuk revolusi kekuasaan yang telah ada, sehingga timbulah pemerintahan era orde baru. Dari hasil revolusi ini, sehingga tercipta tatanaan baru, masyarakat berharap akan ada perubahan-perubahan dalam segala bidang. Ternyata tidak lama berjalannya pemerintahan baru, mulai terjadi lagi penyelewengan-penyelewengan seperti korupsi merajalela, budaya boros para pejabat, pemerintahan otoriter, tidak aspiratif dll, sehingga menggerakkan masyarakat, mahasiswa, LSM-LSM kembali bergerak untuk melakukan revolusi seperti yang terjadi pada masa sebelumnya.

Reformasi di negara kita sudah berjalan dari sejak 1998 sampai detik ini ternyata juga tidak menghasilkan perubahan-perubahan yang telah dijanjikan oleh kata “reformasi” itu sendiri..Rakyat, mahasiswa hanya dijadikan instrument para elit untuk melakukan pergeseran-pergeseran kedudukan dari presiden lalu berganti ke presiden yang baru, revolusi yang dimaksud Vilfredo paretto hanya sebatas itu saja. Para elit politik mengkampanyekan sebuah negara ideal yang akan merubah masyarakat menjadi baik itu hanyalah retorika belaka, sedangkan buktinya perubahan tidak terjadi. Bahkan masyarakat dininabobokan akan datang ratu adil yang akan membenahi segala tatanan-tatanan yang akan menjadikan lebih baik, itu hanyalah mitos yang kebenarannya samara-samar dan kemungkinan besar tidak akan terjadi.

Yang jadi pertanyaan, apakah memang Indonesia akan terus melakukan perubahan-perubahan seperti apa yang dimaksud oleh Velfredo Paretto ? kalau memang kondisinya seperti itu, kita termasuk bangsa yang bodoh, yang tidak pernah belajar dari sejarah masa lalu. Tugas menggerakkan perubahan, tidak hanya tanggung jawab pemerintahan atau mahasiswa tetapi seluruh warga negara wajib menjunjung tanah air kesatuan republik Indonesia. Dengan melakukan aktivitas sungguh-sungguh untuk menjemput perubahan. Walaupun seluruh warga masyarakat bertanggung jawab terhadab bangsa dan negara, tetapi peran kepala negara yang mempunyai otoritas dan berperan penting dalam mengambil kebijakan-kebijakan 5 tahun ke depan. Apakah sampai saat ini, kebijakan-kebijakan presiden telah sesuai dengan apa yang diinginkan rakyat atau sebaliknya menyengsarakan rakyat kecil. Hal ini perlu dikoreksi bersama, kalau memang selama ini kebijakan tidak memihak rakyat, dengan segala upaya kritik wajib dilontarkan oleh presiden maupun struktur pemerintahannya untuk membangun dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah lampau.sedangkan selaku presiden harus berlapang dada untuk menerima segala kritikan yang dilontarkan kepadanya dengan bijaksana.
Menurut Budiman sujadmiko, untuk melakukan perubahan, kita perlu belajar dari bangsa-bangsa miskin atau berkembang yang telah menjadi negara maju. Misalnya Malaysia, Singapura, India. Sepertinya lebih relevan sesuai latar belakang bangsa kita di bandingkan belajar dari bangsa yang memang sudah maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman dll tentunya kondisinya dari latar belakang maupun geografinya tidak tepat. Tetapi apapun kondisinya, optimis dalam membangun bangsa yang lebih baik harus selalu ada, agar kita tidak seperti apa yang dimaksud Vilfredo paretto.

ROSIT

Pers, Masyarakat dan Kekuasaan


Pers tidak memiliki kekuasaan tetapi dekat dengan kekuasaan. Secara hitam putih, orientpres-pasi pers dapat dipilah menjadi 2 kutub. Kutub pertama pers berorientasi kepada masyarakat, bila lebih banyak membela dan mengartikulasikan aspirasi kehendak dan kepentingan masyarakat, sebaliknya pers berorientasi kepada negara bila lebih banyak membela atau mengartikulasikan kemauan dan kepentingan negara. Ada beberapa ideologi pers yang mempengaruhi perjalanan pers di suatu negara yang tentunya berhubungan dengan kebijakan-kebijakan dari pihak pers maupun negara. Hal ini terjadi disebabkan ideologi dalam negara akan mempengaruhi setiap gerak pers tidak hanya dari segi fungsi penyebaran informasi tetapi juga fungsi-fungsi seperti edukasi, koreksi, rekreasi dan mediasi, misalnya dalam sebuah negara yang menganut komunisme

Perjalanan Pers di Indonesia
Pasca kolonialisasi, pers Indonesia mulai mengembangkan jati dirinya sehingga berbagai macam pers muncul untuk menyuarakan suara rakyat Indonesia tentu juga mengisi kemerdekaan. Sejak masa demokrasi terpimpim pers mempunyai perkembangan yang memburuk, hal ini disebabkan perlakuan penguasa terhadap pers telah melampaui batas-batas toleransi, karena pers pada saat itu sudah mulai merongrong kekuasaan, sehingga pemerintahan demokrasi terpimpin bertindak Represif dalam mensikapi pers Indonesia dengan menciptakan regulasi-regulasi yang harus ditaati setiap institusi pers . Bagi pers yang masih mempertahankan ideologinya terpaksa akan menghentikan aktivitasnya, dan sebaliknya pers yang tunduk dengan regulasi-regulasi yang diciptakan pemerintah akan tetap hidup. Sehingga pers yang masih hidup saat itu ,yaitu pers tidak mempunyai daya kritis terhadap pemerintahan.
Setelah sukarno jatuh dari kekuasaannya, pers,mahasiswa ikut berperan dalam peralihan dari orde lama beralih ke orde baru. Dengan bergantinya kekuasaan dunia pers yang pada masa demokrasi terpimpin pers tidak bisa mengekpresikan sebagaimana fungsinya, maka dengan lahirnya orde baru, pers, masyarakat berharap mempunyai kebebasan dalam mengekpresikan informasi-informasinya, tetapi tidak lama pers ada nafas kebebasan. pemerintahan orde baru mulai ada gejala-gejala yang tidak memihak rakyat, maka pers mengkritik kebijakan-kebijakan dan tingkah laku pejabat yang melenjeng dari apa yang telah diharapkan. Korupsi merajalela, hutang ke negara lain, pengeluaran uang negara yang tidak tepat dll. Pada saat itu juga, pemerintahan orde baru mulai melakukan tindakan-tindakan untuk melanggengkan kekuasaanya dengan bertindak represif dengan jalan mencabut institusi pers dan menagkap orang yang merongrong kekuasaan negara. Sehingga terjadilah peristiwa malapetaka 15 januari pada tahun 1974 (malaria), yang membredel beberapa pers yang dianggap mengganggu stabilitas negara.
Setelah tumbangnya Suharto pada tanggal 21 Mei 1998 dari kekuasaan selama 32 tahun, sehingga mengakhiri orde baru dan menimbulakan era reformasi.
Pers Indonesia mulai mempunyai kebebasan, sehingga timbul begitu banyak organisasi pers.Secara kuantitatif dalam 5 tahun pertama jumlah penerbitan pers Indonesia mengalami perkembangan pesat. Kecendrungan maraknya penerbitan pers sebagai dampak langsung reformasi itu, sehingga masyarakat maupun intitusi pers mulai mempunyai fungsi sebagai cek and balance terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah

ROSIT