Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama


Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah SWT maha mengetahui lagi maha mengenal. (Al- Hujurat :13)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menjadikan manusia dengan beranekaragam suku dan bangsa. Surat tersebut pada intinya agar setiap manusia mengenal dan hidup rukun serta menekankan ajaranNya yaitu menjadi orang-orang yang bertakwa.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dari ayat di atas, bahwa Allah memberitahukan kepada umat manusia bahwa Dia telah menciptakan mereka dari satu jiwa dan telah menjadikan dari jiwa itu pasangannya. Itulah Adam dan Hawa. Dan Allah juga telah menciptakan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Maka kemuliaan manusia dipandang dari ketanahannya dengan Adam dan Hawa adalah sama. Hanya saja kemuliaan mereka itu bertingkat-tingkat bila dilihat dari sudut keagamaan, seperti dalam hal ketaatan kepada Allah SWT dan kepatuhan kepada Rasul-Nya. Karena itu, setelah Allah SWT melarang manusia berbuat ghibah dan menghina satu sama lain, maka Dia mengingatkan bahwa mereka itu sama dalam segi kemanusiaanya. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. “Yaitu agar tercapai ta’aruf, saling ‘kenal’ di antara mereka. Masing-masing berpulang ke kabilahnya sendiri-sendiri.

Islam membangun masyarakat berlandaskan atas azas persaudaraan dan persatuan antar sesama. Tujuannya adalah agar mereka saling memahami dan tak terjadi perpecahan yang disebabkan oleh perbedaan antara satu sama lainnya. Dan Islam juga menegaskan bahwa semua manusia bersaudara menempatkan kerukunan adalah hal yang sangat vital demi perdamaian dunia.

Kerukunan harus menjadi bagian terpenting dalam ruang lingkup intra dan antar agama. Karena itu memahami hakekat kerukunan menjadi sangat penting. Memahami kerukunan berarti memahami Islam itu sendiri. Bahkan juga memahami agama-agama lain mengingat tak satupun agama mendorong umatnya untuk melakukan kekerasan terhadap antar umat beragama.

Dari sekian banyak perbedaan salah satunya ialah perbedaan dalam beragama. Hal ini terjadi di tengah-tengah masyarakat kita di mana pemerintah mengakui lebih dari satu agama. Maka kehidupan antar agama perlu ditekankan untuk memahami perbedaan agama satu sama lainnya. Mengingat potensi sikap intoleransi akan mudah muncul seiring dengan dorongan aspek-aspek perbedaan lainnya.

Belakangan ini, muncul sejumlah kelompok yang kerapkali melakukan kekerasan atas nama agama. Bahkan mereka tidak segan-segan akan jihad untuk memerangi orang yang di luar agamanya. Tetapi dengan cara yang jauh dari nilai-nilai kerukunan yang sesuai dengan tuntunan agamanya. Mengesankan bahwa agama itu menyeramkan.

Di antara mereka mengaku atas nama ayat-ayat suci dari agamanya. Selain itu membuat teror terhadap antar umat beragama. Bahkan berani membakar tempat ibadah agama lain yang tidak sejalan dengan konsep agamanya.

Upaya-upaya menciptakan kerukunan antar umat beragama harus tetap dijaga demi kehidupan yang mengedepankan sikap kerukunan serta jauh dari peristiwa kekerasan atas nama agama. Dengan dialog, umat beragama mempersiapkan diri untuk melakukan diskusi dengan agama lain yang berbeda konsepsi tentang kenyataan hidup. Tentu dialog tersebut bertujuan untuk saling mengenal berbagai macam ajaran dari sudut pandang setiap agama. Serta umat beragama akan memperoleh wawasan baru dengan terselenggaranya dialog tersebut. Ada dua komitmen penting yang harus dipegang oleh pelaku dialog.

Pertama adalah toleransi, tentu akan sulit bagi pelaku-pelaku dialog antar agama untuk mencapai saling memahami perbedaan apabila salah satu pihak tidak bersikap toleran. Karena dengan memiliki sikap kemauan toleransi dari pelaku dialog, maka secara otomatis akan membuka diskusi antar agama.

Kedua adalah pluralisme, konsep pluralisme tidah hanya menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun juga keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Karena di manapun kita berada pluralisme akan kita temukan dan hadapi termasuk dalam kehidupan beragama. Sementara itu yang dimaksud dengan pluralisme agama ialah tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan agama lain, tapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan pemahaman guna tercapainya kerukunan.

Tentu saja membangun kerukunan tidak semudah membalikkan kedua belah tangan, mengingat sejarah manusia banyak yang bernuansa intoleransi bahkan belakangan ini, media televisi kita setiap hari menampilkan pemandangan intoleransi. Maka dari itu antar umat beragama perlu menekankan benar-benar sikap yang mengarah kepada kerukunan.

Nabi Muhammad SAW dalam hal ini juga memberikan sebuah suri tauladan kepada antar umat beragama. Pada saat masa Hudaibiyah di mana tatkala orang-orang kafir Quraisy meminta berdamai dengan nabi Muhammad SAW dan semua pengikutnya. Tak hanya itu, orang-orang Quraisy juga meminta Nabi Muhammad SAW agar mengurungkan niatnya untuk mengunjungi kota Mekah, kota tempat kelahiran Nabi sebelum Dia hijrah ke Madinah. Padahal, saat Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya sudah dalam keadaan siap siaga untuk melakukan kunjungan atau umrah ke kota suci tersebut. Sebagai imbalannya, orang-orang Qurasy berjanji tidak akan mengganggu umat Islam kembali bila berkunjung ke kota Mekah setelah masa Hudaibiyah.

Dari kisah di atas, kerukunan antar umat beragama harus tetap dikedepankan sebagaimana Nabi ketika berdamai dengan kaum Qurasy dalam perjanjian Hudaibiyah. Apapun alasannya bertindak kekerasan tidak akan dibenarkan apalagi mengatasnamakan kesakralan agamanya. Betapa indahnya hidup ini bila kehidupan antar agama rukun dan damai tak ada konflik. Hal itu berarti nilai-nilai agama secara universal sudah diaplikasikan.