Sidang Pansus Century Dan Etika Komunikasi


Komunikasi mempunyai fungsi vital untuk mengekspresikan segala sesuatu yang berhubungan dengan dinamika kehidupan ini. Berbagai macam cara dan tindakan dilakukan untuk memberikan gagasan, statement, dan kritik terhadap segala sesuatu yang masih mengganjal atau hanya sekedar menyampaikan informasi. Tentu berbagai macam media dimanfaatkan untuk menyalurkan pesan-pesan yang disampaikan kepada komunikan atau khalayak umum, dengan maksud proses komunikasi berjalan secara komunikatif.

Apalagi seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang revolusioner, berbagai media menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan sesuai dengan kehendaknya. Ada berbagai media yang acapkali digunakan dalam penyampaian komunikasi misalnya televisi, radio, koran, internet, spanduk, pamflet dan lain sebagainya. Meskipun demikian, dalam sebuah komunikasi dengan sarana media apapun tentu harus disertai dengan etika komunikasi. “Menurut Habermas bahwa etika dalam berkomunikasi itu sangat penting, maka dari itu, filsuf Jerman ini menekankan perlunya dibangun kembali etika komunikasi, yakni suatu kondisi komunikasi yang menjamin sifat umum norma-norma yang dapat diterima dan menjamin otonomi warga melalui kemampuan emansipatoris, sehingga menghasilkan proses pembentukan kehendak bersama lewat perbincangan.”

Nah, belakangan ini, media televisi kita menyajikan sudut yang berbeda dari sebuah demokrasi. Sidang Pansus yang telah dimulai dari akhir tahun 2009 telah mencetak sejarah demokrasi yang selama ini eksklusif untuk disajikan di tengah-tengah publik. Bahkan sidang pansus century diwarnai berbagai macam tingkah polah yang semestinya tak layak dilihat oleh publik. seperti perdebatan sesama anggota Pansus Century antara Ruhut Sitompul dengan Gayus, di mana keduanya memberikan contoh komunikasi yang kurang beretika, mengingat mereka ialah anggota Dewan yang terhormat, seharusnya menjunjung tinggi dalam berkomunikasi apalagi dalam sidang pansus Century, semua mestinya diselesaikan dengan kepala dingin. Bahkan Ruhut Sitompul salah satu dari anggota pansus itu menggunakan kata “bangsat” dalam adu perdebatan dengan Gayus. Tentu saja tak layak kata-kata itu dilontarkan di tengah-tengah sidang Pansus Century yang terhormat.

Tingkah polah anggota pansus itu tentu saja memberikan tauladan buruk dan kontribusi dalam sebuah komunikasi yang jauh dari nilai-nilai etika terhadap publik. Mengingat sidang pansus secara langsung disiarkan oleh beberapa televisi swasta kita dan tentunya rakyat akan menilainya.

Tidak hanya itu saja, sebelum digelar rapat pansus juga sudah disambut sebuah demonstrasi besar-besaran di seluruh pelosok Indonesia khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Makasar dan lainnya. Para demonstran terdiri dari mahasiswa dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengecam kepada pihak-pihak yang dianggap terkait dengan kasus Bank Century agar diadili pelakunya dan dijerat hukum seberat-beratnya. Terlepas dari itu semua, pada dasarnya mereka melakukan tindakan sesuai dengan asas demokrasi, yaitu menegakkan keadilan dan menuntut tersangka yang terlibat terhadap penggelapan dana sebesar 6,7 triliun, akan tetapi, sayangnya tidak menggunakan etika komunikasi yang santun, bahkan dalam demonstrasi itu mereka mempertotonkan Budiono dan Sri Mulyani digambar mirip dengan drakula bertaring bak haus darah serta membakar gambar Presiden Susilo Bambang Yudoyono.

Di sudut lain, memang demokrasi mengajarkan kepada siapapn tanpa kecuali menyampaikan gagasan dan kritik terutama kepada penguasa saat membelok dari arah sesungguhnya. Tanpa terkecuali, dalam demokrasi mempunyai kedudukan dan posisi sederajat sebagai warga negara. Namun gagasan dan kritik tak mestinya disampaikan dengan meninggalkan etika komunikasi yang baik. Dan demokrasi mempunyai batas yang jelas bagaimana mestinya bersikap dan bertindak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan melalui Undang-undang.

Budaya Ketimuran
Sunguh ironis, kita yang selalu menjunjung budaya ketimuran seperti sopan santun dan beretika dalam segala bicara dan tindakan ternyata tak sadar kalau sudah melampaui batas. Lebih ironis lagi, tingkah polah itu dilakukan oleh anggota dewan yang terhormat. Berbagai macam tingkah polah yang tak seharusnya dilakukan di tengah-tengah kesengsaraan rakyat mestinya tak terjadi lagi. Namun tradisi wakil rakyat yang cenderung arogansi terus saja dilestarikan sampai Era Reformasi tanpa ada koreksi internal sedikitpun.

Dalam budaya ketimuran mengajarkan bagaimana memberikan informasi, kritik dan menginvestigasi pun tak bisa dilepaskan dengan menjunjung etika komunikasi. Nampaknya anggota Pansus lebih cenderung menghardik saksi atau terdakwa Bank Century dengan penekanan kata-kata yang agak kasar tanpa terlalu mempertimbangkan substansi pertanyaan yang disampaikannya dalam Sidang Pansus Century akhir-akhir ini. Dengan tingkah polah anggota Pansus seperti itu, justru akan mengurangi kepercayaan rakyat terhadap integritas dan etika anggota dewan.

Oleh karena itu, mestinya anggota Pansus setidaknya bisa meminimalisir tindakan-tindakan yang tak etis dilakukan sebagai anggota dewan yang terhormat, dan sidang selanjutnya tak mengulangi sikap yang kurang mencerminkan sebagai wakil rakyat. Hal itu sangat penting dikoreksi mengingat mereka adalah representasi terhadap seluruh rakyat Indonesia. Serta etika komunikasi perlu dijunjung tinggi sesuai ajaran budaya ketimuran.