Pulang


Pulang berarti kembali ke tempat asal, di mana bumi aku pijak pertama kali serta di mana tempat aku berniat pergi. Berjuta-juta manusia rela berdesak-desakan, berpanas-panasan hanya untuk melihat senyuman ibu pertiwi saat melepas  pergi. Seolah terpancar sebuah energi yang menuntun untuk pulang.

Pulang, sebuah kata yang lebih akrab dipanggil mudik di sekitar kita. Pulang sebagaimana mudik adalah kembali ke masa silam, kembali menjunjung tradisi, meninggalkan sejenak gemerlap modernitas kota. Semua perasaan bahagia dan sedih akan melebur menjadi satu jiwa tersimpan dalam segumpal daging. Sejuta kerinduan yang tertahan  menjadi ikatan batin akan melebur saat menantikan pulang. Pulang menjadi sebuah kerinduan akan hangatnya keharmonisan dalam sebuah kehidupan yang sangat bermakna.

Sebuah penantian panjang untuk satu kata “pulang”. Melepaskan individualitas, modernitas dan egosentrisme kehidupan menuju sebuah kehidupan yang mengedepankan kebersamaan.

Seribu penafsiran berterbangan di jiwa, semua keindahan melayang layang di hati yang hanya segumpal daging ini, pulang, iya kata pulang menjadi perwakilan dari seribu satu rasa yang tertuju pada kerinduan-kerinduan akan segala yang sudah menjadi ikatan kuat batin, sesuatu yang sangat dinanti-nantikan.

Tak diharapkan, pulang adalah sebuah kata yang menyeramkan, berarti kata pulang sudah tak bermakna, kosong tanpa cahaya energi yang memancar menari-nari mengajak kita kembali dan jauh dari impian baiti jannati (rumah adalah surgaku). Maka tak ada rasa ikatan kerinduan, keindahan yang menarik untuk pulang.

Tak ada insan manusia yang tak merasakan pulang karena semua akan bakal pulang. Pulang ke rumah, pulang dari sekolah, pulang dari kerja, pulang dari tempat perantauan dan pulang ke Rahmatullah. Bahkan pergi sebenarnya untuk pulang. Tentu membawa sesuatu yang bermakna untuk kehidupan saat pulang.

Pulang menuju masa silam, membuang segala kotoran, mensucikan diri dari segala kekangan kutukan modernitas. Melepaskan senyuman terindah kepada sanak famili. Sebaliknya  ada luka, sedih, merasa bersalah ketika ada seorang anak yang tak hendak pulang. Tak bisa menikmati kebersamaan, tak bisa bergandengan tangan, tersenyum menikmati keharmonisan kehidupan yang jarang ditemukan dalam kekangan kutukan modernitas.

Sambutan selamat datang kembali ke rumah kita, lepaskan rintihan kelelahan akan segera ditiupkan ke ketelinga kita. Dan Diharapkan, selepas dari pulang semangat kehidupan memompa hati ini untuk pergi meskipun suatu saat akan kembali yaitu pulang. Karena pergi hakekatnya untuk pulang.

Leave a comment